Mengenal Juag Cicih, Tokoh Perempuan Cianjur
#INFOCJR – Selain Ibu Jenab, adakah tokoh lain perempuan pejuang Cianjur ?. Tentu ada, ia adalah Rd. Ajeng Cicih Wiarsih putri RAA Prawiradirja II Bupati Cianjur (1862-1910).
Cicih Wiarsih dikenal sebagai Juag Cicih, dilahirkan tanggal 21 April 1910 dan wafat tanggal 13 Oktober 1964. Tokoh inilah yang berjasa terhadap Ibu Jenab sejak mulai sekolah di Sakola Kautamaan Istri di Bandung. Sebab tidak semua anak dari keluarga ningrat dapat bersekolah di sekolah ini, akan tetapi harus mendapat rekomendasi bupati. Juag Cicih saat itu masih bersuami RAA. Wiranatakusumah Bupati Cianjur (1912-1920).
Juag Cicih yang masih belia membuat rekomendasi bagi Siti Jenab dari bupati. Bersama suaminya ia turut mendanai pendidikan Siti Jenab hingga tamat. Juag dan suaminya pula yang kemudian mewakafkan tanah dan membangun sekolah khusus wanita di Cianjur yang dikelola Ibu Jenab.
Masa muda Juag Cicih disi dengan menamatkan sekolah di Europese Lagere School (ELS) di Sukabumi, dilanjutkan ke HBS Bandung, lalu melanjutkan sekolah Prink Hendrik Algeme Midelbare School (PAMS), dan sebagai muslimah yang taat ia berguru kepada Mama Ajengan Mayak Cibeber. Jiwa nasionalisnya ia warisi dari sang ayah yang menjadi donatur utama terbitnya koran perjuangan Soenda Berita yang dikelola Tirto Adi Suryo jurnalis pejuang.
Bersama Gatot Mangunpraja dan KH. Abdullah bin Nuh, Juag Cicih turut merintis lahirnya Pasukan Pembela Tanah Air (Peta) di Cianjur. Rumahnya yang kini disebut Bumi Ageung kerap diacak-acak penjajah Belanda dan Jepang karena dijadikan tempat rapat rahasia para pejuang, salah satunya mendiang Letjen Kemal Idris Pangkostrad era Orba disebut pernah rapat di Bumi Ageung sebagai pimpinan Divisi Siliwangi.
Juag Cicih adalah pelopor sekaligus donatur berdirinya Palang Merah Indonesia (PMI) Cianjur, pendiri Bank Wanita, dan sebelum meninggal ia pernah duduk sebagai anggota MPRS di Jakarta. Dua orang anaknya juga menjadi perwira tinggi dan menengah di TNI AD. Setelah wafat Juag Cicih dimakamkam di Pasarean Agung bersebelahan dengan makam ayahnya dan Dalem Pancaniti kakeknya. Tanah wakafnya tersebar di sejumlah tempat di Cianjur untuk rakyat banyak.***