Peristirahatan Terakhir Sang Pangeran di Cianjur
#INFOCJR – ๐๐๐ฃ๐๐๐ง๐๐ฃ ๐๐๐๐๐ฎ๐๐ฉ๐ช๐ก๐ก๐๐ ๐ ๐๐ฉ๐๐ข๐๐๐ฃ๐ ๐จ๐๐๐๐ง๐๐๐ฃ๐ฎ๐, ๐ฌ๐๐ง๐๐ ๐พ๐๐๐ฃ๐๐ช๐ง ๐ก๐๐๐๐ ๐๐๐ข๐๐ก๐๐๐ง ๐ข๐๐ฃ๐๐๐ฃ๐๐ก๐ฃ๐ฎ๐ ๐จ๐๐๐๐๐๐ ๐ฃ๐๐ข๐ ๐๐๐ก๐๐ฃ ๐ฎ๐๐ฃ๐ ๐๐๐ง๐๐๐ ๐๐ฉ๐๐ฃ ๐๐๐ฃ๐๐๐ฃ ๐ก๐๐ฅ๐๐ฃ๐ ๐๐ง๐๐ฌ๐๐ฉ๐๐จ๐๐ง๐, ๐ ๐ค๐๐ก๐ค.
Sore hari dibulan Ramadhan ini pusara pahlawan asal Kalimantan Selatan itu nampak terhalang gerobak pedagang kuliner yang mangkal depan gerbang makam.
Hidayatullah kisahnya mirip dengan Pangeran Diponegoro. Diakhir perjuangannya sama-sama dijebak kompeni Belanda dengan kedok perundingan, dan akhirnya dengan licik sang pangeran ditangkap hingga dibuang ke Cianjur sampai wafatnya 24 November 1904.
Sepak terjangnya diawali dengan penolakannya terhadap ekplorasi batu bara di wilayah kesultanan Banjar, oleh Belanda. Maka tatkala Sultan Adam wafat, Belanda memilih Pangeran Tamjidillah sebagai pengganti. Padahal tahta Sultan seharusnya menjadi hak Hidayatullah. Tamjidillah bersedia menyerahkan wilayah untuk proyek batu bara ke Belanda.
Dengan taktik gerilya Pangeran Hidayatulloh mulai melumpuhkan pos-pos tentara belanda, kekalahan demi kekalahan merugikan Belanda. Seperti halnya Diponegoro dan Haji Prawatasari yang menjulukinya sebagai caraman van java (pengacau pulau Jawa). Pangeran Hidayatullah pun mendapat julukan Hoofdopstandeling yang artinya Kepala Pemberontak. Pada 3 Maret 1862 ia ditangkap, hingga dibuang ke Cianjur sampai akhir hayatnya.***(Luki Muharam)