Cinta, Kopi & Kekuasaan: Kesaksian Nyai Apun Gencay (3)

 Cinta, Kopi & Kekuasaan: Kesaksian Nyai Apun Gencay (3)

Cinta Kopi dan Kekuasaan oleh Saep Lukman




Hari sudah semakin sore, mungkin kalau sekarang sudah menunjukan pukul 5 sore, orang sunda menyebutnya waktu atau wanci ‘sariak layung’, saatnya tutup pintu dan jendela. Namun Ambu belum juga pulang. Hatiku mulai was-was. Ku coba pergi ke pandaringan, goah tempat nyepen, takut Ambu ada apa-apa. Disana aku mencoba komat-kamit membacakan sesuatu, doa keselamatan untuk Ambuku. “Mugi Gusti nu murbeng alam , Tuhan Semesta Alam, penguasa jagat raya, pemilik raga lembut raga badag semoga Ambu selalu dijaga. Termasuk dijaga oleh para karuhun atau leluhur,” doaku lumayan panjang.

Doaku terus menembus, serasa Tuhan di depan mata. Aku bertanya pada hati terdalamku, apapun yang terjadi pada Ambu semoga keselamatan menyertainya. “Aku tak punya siapa-siapa lagi Tuhan!,” begitu kadang doaku seolah menggerutu.

Terbayang wajah Abah dengan sosok macam-macam, kadang aku membayangkannya seperti ayah orang lain tetanggaku, kadang yang terbayang wajah saudara laki-laki Ambu yang sudah meninggal Apih Warsih. Semua bergantung apa yang tersirat dari lamunanku, aku tak pernah bisa membayangkan sosok sebenarnya dari Abah, aku sangat merindukannya. (Bersambung)




infocianjur

http://infocianjur.dev

dari Cianjur untuk Indonesia