Keren, Bupati Kunjungi ‘Markas’ Ponggawa Kuda Kosong
#INFOCJR – Ditengah kesibukan agenda Peringatan HUT RI ke-74, Bupati Cianjur (PLT) H.Herman Suherman, Sabtu (17/8/2019) menyempatkan diri berkunjung ke Lembaga Kebudayaan Cianjur (LKC) yang selama ini membawahi Badan Pembina Kuda Kosong.
Didalam lembaga tersebut terdapat puluhan relawan pengiring Kuda Kosong dari Cikalong dan pontren Al-Ukhuwah Panembong Cianjur.
“Pertama dalam sejarah, sejak jaman orde baru, hanya Bupati Herman Suherman yang pertama menemui ponggawa kuda kosong sebelum tampil dalam helaran sebuah agustusan yang akan digelar,” papar Pupuhu LKC, Denny Rusyandi, didampingi Badan Pembina Kuda Kosong, Dr. KH. Dadang Ahmad Fajar, M.Ag yang juga sesepuh pontren Al-Ukhuwah tersebut.
Sementara itu, dalam sambutannya Bupati menegaskan komitmennya untuk menerapkan kembali tiga pilar budaya Cianjur Ngaos, Mamaos dan Manpo.
“Mengenai kuda kosong, kedepan kita upayakan agar Cianjur bisa membeli kuda terbaik untuk sarana kuda kosong ini, sehingga tidak selalu menyewa tiap tahunnya,” kata Bupati.
Ponggawa Kuda Kosong adalah para relawan budaya Sunda yang memerankan iring iringan Kuda Kosong dengan berpatokan kepada suasana ratusan tahun silam. Yakni ketika Dalem Aria Kidul utusan Cianjur membawa kuda dan hadiah lainnya kepada Sunan Amangkurat II, Sultan Mataram di Kertosuro Yogyakarta.
Aria Kidul adalah adik Bupati Cianjur saat itu Rd. Aria Wiratanu II / Dalem Tarikolot (1691-1727). Ia diutus sebagai wakil Cianjur menghadap penguasa pulau Jawa saat itu Amangkurat II yang didukung Belanda.
Akibat kepiawaian Aria Kidul, Cianjur yang baru berdiri akhirnya tidak dijajah Mataram seperti kabupaten lain. Dengan Surat Kalih dan bingkisan khas Cianjur, Sultan Mataram luluh hatinya. Sehingga Cianjur tidak dijajah namun justru dinobatkan sebagai saudara.
Sultan bahkan memberikan hadiah kuda balap jantan hitam pada Aria Kidul. Puluhan pendekar lalu membawa kuda tersebut dari Jogjakarta ke Cianjur tanpa ditunggangi.
Karena mereka menganggap kuda tersebut khusus untuk Bupati Cianjur. Mereka ‘teu wasa’ menungganginya. Kejadian inilah kemudian melatar belakangi tradisi Kuda Kosong. (Luki Muharam)