Korupasi Bantuan Siswa Miskin, Kepala SMKN di Cianjur Ditahan
#INFOCJR – Setelah dilakukan ekspose perkara oleh tim Kejaksaann Negeri (Kejari) Cianjur selama kurang lebih tiga jam, Kepala Sekolah (Kepsek) SMKN di Kecamatan Leles Kabupaten Cianjur, MAW, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Cianjur, Jumat (12/7/2019). MAW diduga melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor) karena korupsi dana Bantuan Siswa Miskin (BSM) senilai Rp 419 juta.
Kepala Kejari Cianjur, Yudhi Syufriadi menuturkan MAW kini resmi menjadi tersangka dan langsung ditahan di Lapas Cianjur. MAW pada tahun 2015 saat menjabat sebagai Kepsek SMKN 1 Cikalongkulon telah menyalahgunakan kewenangannya dan mengambil dana BSM. Padahal seharusnya dana tersebut digunakan untuk kebutuhan 1.071 siswa.
“Berdasarkan perhitungan kerugian negara dari Inspektorat, nilai kerugiannya sekitar 419 juta,” tuturnya. Lanjutnya cara MAW dalam melancarkan aksinya nanti akan diterangkan di dalam dakwaan persidangan. Garis besarnya, yang seharusnya BSM untuk siswa miskin, tetapi tersangka memerintahkan pendampingnya untuk mengambil untuk pribadi.
“Seharusnya dikembalikan kepada siswa, tetapi MAW menyimpannya di rekening pribadi. Siswanya tidak menerima uang sama sekali,” ujarnya.
Yudhi menyebut MAW diduga melanggar pasal 2 subsider pasal 3 Undang – undang nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun. Kini tersangka juga langsung ditahan dan dititipkan di Lapas Cianjur.
“Dilakukan penahanan untuk 20 hari ke depan. Untuk sementara masih tersangka tunggal, tetapi tidak menutup kemungkinan nanti hasil persidangan, kita lihat nanti,” sebutnya.
Kasi Pidana Khusus Kejari Cianjur, Tjut Zelvira Nofani menerangkan dana BSM yang dikorupsi MAW telah habis. Tersangka beralibi bahwa uang tersebut digunakan untuk dialihfungsikan, untuk cor, bangunan, gedung kelas baru.
“Seharusnya itu peruntukkannya untuk siswa yang berhak, akhirnya tak satu pun siswa penerima BSM yang menerima dana itu,” terangnya.
Tjut menerangkan total dana BSM yang dicaplok MAW seluruhnya sekitar Rp 748,5 juta dan itu dikelola oleh tersangka sendiri tanpa melibatkan bendahara. Meski begitu, perhitungan dari saksi ahli, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) inspektorat kerugian negara hanya sekitar 419 juta.
“Karena gedung yang disebut itu ada, bukti pembelian yang lain ada, kelas baru juga ada meski tak selesai. Akan tetapi jelas disitu ada unsur penyalahgunaan anggaran, sehingga setelah cukup bukti dan berkas sudah lengkap, kami langsung menahannya,” tuturnya. (Ghienz).